top of page

Review Film Korea: Han Gong Ju, Silenced "The Crucible" dan Wish "hope"

  • J. Megan
  • Dec 16, 2017
  • 6 min read

Silenced, Wish dan Han Gong Ju, sebuah film yang menyorot sisi kelam dari hukum pelecehan seksual dan kekerasan di Korea Selatan.

Han Gong Ju

Kita mulai dengan film Silenced, film ini diangkat berdasarkan kisah nyata yang terjadi di sekolah Inhwa Gwangju. Inhwa Gwangju merupakan sekolah untuk anak-anak tuna rungu.

Beberapa lama setelah bekerja, Gang In Ho, seorang guru kesenian menemukan fakta bahwa anak-anak di sekolah tersebut telah disiksa, dipukuli, dan dilecehkan oleh guru dan penjaga asrama disitu. Ada yang kepalanya dimasukan ke dalam mesin cuci yang menyala, kakak beradik yang secara bergantian dilecehkan dan dipukuli, bahkan sang kepala sekolah-pun ikut memerkosa anak-anak ini.

Jika dalam banyak film kisahnya berakhir bahagia, kita harus menerima kenyataan bahwa di film ini hal tersebut tidak akan terjadi. Polisi, departemen pendidikan, dan departemen kesejahteraan di Gwangju tidak berniat membantu, bahkan terkesan menutupi kasus tersebut. Bahkan saat kasus ini disidang, masyarakat dan anggota gereja disana justru mendemo persidangan ini. Mereka mengatakan bahwa Lee Gang Bok dan Lee Gang Seok (si kepala sekolah dan guru di sekolah Inhwa) merupakan seseorang yang telah berkontribusi untuk daerah dan untuk gereja, dan menganggap bahwa persidangan ini hanyalah karena suatu fitnah semata.

Bukankah itu hal yang menyedihkan? Fakta bahwa ada pemerkosa di daerah mereka. Fakta bahwa penatua gereja-lah yang melakukan pemerkosaan kepada anak-anak. Dan fakta bahwa masyarakat disana masih membela orang seperti ini!? Di akhir cerita, kita akan dibuat kesal dengan keputusan hakim yang memberi hukuman sangat ringan (di film mereka hanya dihukum 8 bulan dan 6 bulan),

Secara kenyataannya, kasus Gwangju Inhwan memang separah yang ada di film. Bahkan ada guru yang tidak ditahan karena masa tujuh tahun undang-undang pembatasan telah berakhir. Mereka kembali mengajar, sekolah kembali beroperasi, sedangkan anak-anak ini harus hidup dengan penuh ketakutan karena mengetahui seseorang yang telah memerkosa mereka masih bebas berkeliaran. Dan mengetahui bahwa hukum pun tidak dapat menolong anak-anak ini.

----------------------------------------------------

Kita lanjutkan ke film ke-2, WISH. Sama seperti Silenced, Wish pun diangkat dari kisah nyata mengenai kasus pelecehan seksual. Dan sekali lagi, kenyataan bahwa hukum tidak berjalan sebagaimana mestinya.

WISH mengisahkan mengenai seorang anak kecil berumur 8 tahun yang diperkosa dan dianiaya oleh mantan narapidana saat sedang dalam perjalanan ke sekolah. So Won (si gadis) ditemukan dalam keadaan kritis, wajahnya penuh dengan sayatan dan anusnya rusak. Karena kejadian tersebut, So Won harus memakai anus buatan seumur hidup.

Film ini lebih menceritakan mengenai mental So Won dan orangtua setelah masalah tersebut. Sang anak yang takut untuk bertemu ayahnya sendiri (karena ayahnya laki-laki), takut akan pendapat teman, serta kesadarannya menghadapi kenyataan bahwa dia harus menggunakan anus buatan seumur hidup. Demikian halnya dengan mental si orangtua, masalah keuangan yang harus dihadapi, bayi dikandungan, dan musibah yang dialami anaknya menjadi ritme di film ini.

Satu scene yang membuat saya sangat sedih adalah saat So Won berkata: "Nenek ketika frustasi sering mengatakan: Aku ingin mati! Aku ingin mati! Kurasa aku mengerti maksud nenek sekarang. Kenapa aku dilahirkan? "

Menjadi seorang anak berumur 8 tahun yang mengalami pemerkosaan sampai anusnya rusak merupakan hal yang berat. Dan mendengar bahwa sang anak bertanya "Mengapa aku dilahirkan?" adalah satu statement menyedihkan yang terucap akibat kebiadaban seorang yang dengan mudahnya memperlakukan anak kecil seperti sampah.

Di akhir cerita, seperti film Silenced sekali lagi kita harus menelan pil pahit. Kenyataan bahwa si pemerkosa yang merupakan mantan narapidana tersebut hanya dihukum 12 tahun penjara karena hakim mengatakan bahwa si pemerkosa melakukan pemerkosaan dalam ketidaksadaran akibat mabuk. Karena itu sesuai dengan undang-undang, dia hanya dihukum 12 tahun penjara! So Won hampir meninggal dan hukumannya hanya 12 tahun penjara! Sekali lagi, kita harus menerima kenyataan pahit bahwa inilah kecacatan dari hukum pelecehan seksual yang terjadi di Korea Selatan.

----------------------------------------------------

Film ke-3 berjudul Han Gong Ju. Film ini didasarkan dari kasus Miryang yang terjadi pada tahun 2004. Film ini tidak banyak menceritakan mengenai kasus pemerkosaan yang terjadi maupun jalannya pengadilan. Di film ini kita akan dibawa secara perlahan ke dalam kisah masa lalu Gong Ju.

Gong Ju merupakan siswa pindahan, siapa yang menyangka ternyata dibalik sikapnya yang pendiam ternyata dia adalah korban aksi pemerkosaan yang melibatkan 43 laki-laki. Saat kasus ini menyeruak (di film, kasusnya diketahui karena sahabatnya yang juga diperkosa memilih bunuh diri), bukannya membantu, polisi justru bertanya apakah Gong Ju yang menggoda pria-pria itu terlebih dahulu. Gong Ju yang orangtuanya bercerai, harus menghadapi semuanya sendirian. Di akhir film, Gong Ju diperhadapkan kepada para orangtua dari pihak pemerkosa yang memaksa Gong Ju untuk menandatangani petisi agar anaknya tidak disidangkan. Bahkan sang orangtua dengan kasarnya mengatakan bahwa Gong Ju adalah anak sialan dan hanya menginginkan uang.

Di kasus nyatanya, dikatakan bahwa si korban telah diperkosa secara beramai-ramai selama 11 bulan. Dipercaya juga bahwa total dari pemerkosa diperkirakan lebih dari 110 orang. Si korban di video dan dipaksa untuk membawa ke-2 saudaranya (untuk diperkosa juga) jika tidak ingin videonya disebarluaskan. Saat kasus ini dibawa ke polisi, polisi justru menyalahkan korban dan mengatakan bahwa hal ini terjadi karena kesalahannya. Bukan hanya itu, polisi juga menyebarluaskan informasi pribadi dari si korban sehingga korban menjadi stress dan beberapa kali mencoba bunuh diri. Keluarga dari pelaku juga tidak menunjukan tanda penyesalan.

Hal lain yang memuakan adalah fakta bahwa dari 43 pelaku, 7 dipenjara, 3 didakwa tanpa penahanan, 20 dipindahkan ke tahanan anak, sedangkan yang lain dibebaskan dengan alasan kurang bukti dan dikatakan mereka masih terlalu kecil dan belum tahu dengan apa yang mereka perbuat. Padahal ada bukti kuat berupa video saat korban diperkosa (yang mencengangkan adalah perekam video tersebut beberapa wanita) namun dikatakan bahwa kasus ini kurang bukti.

Saat ini para pemerkosa sudah hidup bebas dengan enaknya. Beberapa dari mereka menjadi pebisnis sukses, dan bahkan ada yang diangkat menjadi polisi. Sedangkan sang korban harus menghadapi kenyataan yang sama seperti di film Silenced dan Wish, bahwa hukum ternyata tidak dipihak mereka dan tidak melindungi mereka.

----------------------------------------------------

Saat menonton ke-3 kisah di atas, saya menjadi ingat kisah pemerkosaan yang sangat terkenal di Jepang. Junko Furuta, wanita yang diculik, diperkosa dan disiksa selama 44 hari. Junko dipaksa telanjang bulat, diperkosa oleh lebih dari 100 pria, dipukuli dengan stik golf, dibiarkan kelaparan dan kehausan, serta dipaksa memakan kecoak serta meminum air seninya sendiri.

Kekejaman lainnya, mereka memasukan benda asing (lempengan besi, gunting, besi yang panas, bahkan petasan yang menyala!) ke dalam kemaluan Furuta. Menjepit puting Furuta sampai sobek, membakar kelopak matanya, membakar kaki Furuta dan memukuli Furuta dengan barbel yang akhirnya menjadi akhir kehidupan Furuta.

Saat akhirnya mayat Furuta ditemukan, para penculik, pemerkosa, penyiksa dan pembunuh Furuta hanya di jatuhi hukuman 8 tahun penjara (mereka sekarang sudah bebas dari penjara). Anda bisa bayangkan, 8 tahun untuk menculik, menyiksa, memerkosa dan membunuh seorang wanita!? Terlepas dari fakta bahwa penyiksa sang Furuta adalah seorang anggota Yakuza, Bukankah ini menjadi salah satu bukti menyedihkan mengenai rendahnya hukum yang ada?

Film Silenced, Wish, dan Han Gong Ju merupakan saksi dari ketidak-adilan hukum pelecehan seksual yang terjadi di Korea Selatan. Kenyataannya, ketidakadilan hukum tidak hanya terjadi di Korea Selatan saja. Jepang dengan kasus Furuta membuktikan bahwa negara yang sangat maju seperti Jepang-pun masih memiliki ketidakadilan hukum. Indonesia-pun dengan demokrasinya masih tetap memiliki ketidakadilan hukum.

Pertanyaannya sekarang, apa yang harus kita lakukan jika hal tersebut terjadi di Indonesia? Maraknya kasus pelecehan seksual membuat kita sadar bahwa jika kita tidak bertindak, bukan tidak mungkin bahwa kasus yang terjadi di 3 film di atas terjadi ke kita.

Jadi hal apa yang bisa kita tanggulangi?

Pastikan menjaga anak anda dengan baik. Kasus yang terjadi di film Wish menunjukan bahwa sang anak diperkosa saat sedang berjalan sendirian ke sekolah. Bukankah lebih baik untuk berjaga-jaga daripada menyesal seumur hidup?

Setelah film Silenced di tayangkan, kasus di Gwangjun Inhwa mulai dibuka kembali. Karena film ini-lah undang-undang mengenai pelecehan seksual direvisi.

Dari saya sendiri berharap perfilman Indonesia bisa mulai juga mengangkat topik-topik seperti ini. Mungkin memang menyedihkan dan terkesan tidak manusiawi, tapi film adalah sarana yang bisa mengedukasi dan memberi aware secara cepat dengan dampak yang signifikan. Seperti film Silenced yang hanya 6 hari setelah penayangannya langsung membuka kembali kasus Gwangju Inhwa.

Di dunia perfilman Indonesia sendiri, film yang menurut saya mengangkat isu-isu yang biasanya dianggap tabu adalah "Surat Kecil Untuk Starla" (isu perdagangan manusia / pasar gelap jual-beli organ) dan "Jakarta Undercover" (isu dunia malam dan seksualitas).

Film-film Indonesia saat ini sudah sangat bagus, karena itu saya berharap bahwa isu-isu seperti perdangan manusia, pelecehan seksual, pasar gelap, mafia, kedepannya dapat mulai diperbanyak menjadi suatu film. Agar masyarakat bisa lebih aware dan menyadari bahwa permasalahan ini sangatlah nyata terjadi di dunia. Kita tidak dapat terus-menerus menutup mata kita.

 
 
 

Comments


bottom of page